Kampuang nan jauh di matoGunuang Sansai Baku LiliangTakana Jo Kawan, Kawan Nan LamoSangkek Basu Liang Suliang(Kampuang Nan Jauah di Mato - A. Minos)
Setelah tujuh tahun tidak pulang kampung, tahun lalu saya dan suami memutuskan untuk pulang ke Solok, Sumatera Barat, daerah asal suami. Tujuh tahun kami tinggalkan, Solok tidak banyak berubah. Baik mengenai tata kotanya, maupun demografi masyarakatnya. Semua masih awet, sama seperti dulu. Jika ada yang berubah, mungkin hanya beberapa warung yang terlihat lebih modern. Selebihnya untuk pasar maupun rumah-rumah tinggal relatif masih sama.
Namun, ada hal yang begitu mengganjal ketika saya merasakan bahwa udara Solok yang biasanya dingin (kalau di Jogja mungkin sedingin Kaliurang di tahun 2000) saat ini terasa lebih hangat. Sengaja kami menyiapkan banyak baju hangat untuk liburan, ternyata baju baju hangat tidak terlalu banyak digunakan. Ya masih terpakai, namun jika dalam kondisi malam dan disertai hujan. Tujuh tahun yang lalu baju sehari hari yang dipakai ya baju hangat atau lengan panjang.
Seiring dengan meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca, suhu permukaan global juga meningkat. Dekade terakhir, 2011-2020, adalah dekade terpanas yang pernah tercatat. Sejak 1980-an, setiap dekade menjadi lebih panas dari dekade sebelumnya. Hampir semua area daratan mengalami lebih banyak hari-hari panas dan gelombang panas. (indonesia.un.org)
Mungkin inilah yang orang orang bilang climate-change atau perubahan iklim. Dulu setiap pagi, air dari mata air terasa hangat. Sesungguhnya bukan airnya yang hangat namun karena udara dingin, membuat air terasa begitu hangat. Saat ini mandi pagi di Solok tidak se-menantang tujuh tahun lalu ketika pertama kali datang kemari.
Saya menyadari, perubahan iklim memang sudah mempengaruhi suhu lingkungan. Efek bumi semakin panas sudah mulai terasa signifikan. Dulu ketika saya kecil, berjalan kaki pulang sekolah terasa lumrah bahkan menyenangkan. Saat ini kalau nggak pakai kendaraan, pasti terasa enggan karena panasnya jalan, belum lagi polusi yang semakin banyak saja.
Karena hal-hal di atas, saya berpikir, bagaimana kondisi bumi kita sepuluh tahun ke depan. Bagaimana anak cucu kita tinggal di bumi yang makin tidak bersahabat. Karena itulah, saya mulai melakukan hal hal yang sekiranya akan memberikan kontribusi #UntukmuBumiku. Mungkin bagi sebagian orang, yang terbayang adalah hal hal luarbiasa besar untuk kembali membuat bumi lebih sehat, namun bagi saya, sekecil apaun kontribusi kita, jika dilakukan secara konsisten dan mengajak banyak orang melakukan hal yang sama, kita bisa menjadi #TeamForImpact yang akan memberi dampak baik bagi Climate Change atau Perubahan Iklim.
Beberapa hal yang sekiranya sangat mungkin kita lakukan dalam hidup sehari-hari guna membuat bumi kita sehat kembali antara lain adalah:
1. Hidup Minimalis
Hidup minimalis adalah salah satu solusi untuk menjaga kelestarian bumi. Membeli, mengkonsumsi, dan menggunakan barang-barang yang memang esensial bagi kehidupan kita. Disini saya juga mulai memilah mana barang yang memang benar-benar saya perlukan, dan mana barang yang saya inginkan. Barang yang tidak bermanfaat terkadang akan berakhir di gudang penyimpanan dan akhirnya terongok di tempat sampah karena rusak meski belum termanfaatkan. Jadi mulai sekarang saya selau berpikir kemanfaatan suatu barang sebelum membelinya.
2. Mindful atau berkesadaran
Mindful atau berkesadaran adalah tahap kedua dalam pola pikir memperbaiki kehidupan kita agar lebih berkualitas. Hal ini termasuk dalam mindful consumption atau memperbaiki pola makan. Mamilah makanan yang sehat dan alami untuk tubuh adalah bentuk kesadaran kita dalam menjaga kesehatan jiwa dan raga. Meminimalkan konsumsi produk olahan dengan kemasan dan kembali pada gaya hidup clean eating. Menyadari makanan apa saja yang masuk ke dalam tubuh dan fungsi makanan sebagai sumber energi asupan bagi fisik dan jiwa.
3. Bertanam di rumah
Memberikan ruang hijau bagi bumi akan sangat membantu dalam menjaga ekosistem alam. Saya sengaja menyisakan lahan untuk menanam berbagai pohon buah-buahan, rimpang-rimpangan, sayuran ataupun tanaman obat. Sudah sejak jaman dahulu orang-orang memanfaatkan tanaman sebagai makanan juga sekaligus sebagai suplemen alami untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Selain memberikan rasa alami, bumbu-bumbu segar dari alam juga memiliki manfaat luarbiasa untuk kesehatan. Mengkonsumsi hasil kebun sendiri juga merupakan kepuasan tersendiri bagi saya dan keluarga untuk lebih menghargai apa yang sudah alam berikan kepada kita.
4. Memilah sampah
Bijak memilah sampah adalah poin berikutnya. Manusia hidup pasti akan menghasilkan sampah. Namun bagaimana caranya sampah bisa kita kelola sehingga tidak memberikan dampak negatif untuk bumi. Jika masih belum tau harus memulai dari mana, kita bisa coba dengan memilah sampah organik dan anorganik terlebih dahulu. Sampah organik bisa kita buat kompos sementara untuk sampah anorganik bisa kita manfaatkan atau di daur ulang. Saat ini sudah banyak pelatihan untuk mengolah sampah organik maupun anorganik. Sedikit menginvestasikan waktu untuk menfaat jangka panjang, saya rasa tidak ada salahnya. Jika kesulitan untuk mengolah sampah anorganik, kita bisa coba mengumpulkan dan memilah sampah untuk kemudian disalurkan pada bank sampah atau platform yang menyediakan jasa mengelola sampah anorganik. Di Jogja sendiri saya biasa menyalukan sampah anorganik saya lewat daur resik atau rapel. Dari kecil saya juga mengajarkan anak-anak saya untuk memilah sampah. Semoga hal ini bisa tertanam dan terus mereka terapkan hingga mereka besar kelak.
5. Berhenti menggunakan pembalut sekali pakai
Ini adalah sebuah keputusan besar bagi saya saat memulai. Saat ini sudah hampir dua tahun saya beralih ke menstrual cup. Limbah pembalut memang tidak bisa diolah lebih lanjut karena mengandung bahan bahan berbahaya seperti halnya popok sekali pakai. Saat ini sampah pembalut dan popok sekali pakai termasuk sampah B3 (Bahan Berbahaya Beracun).
Dilansir dari mongabay.co.id, berdasarkan penelitian dari University of Exeter, metana adalah salah satu unsur dalam gas rumah kaca yang menyebabkan kenaikan temperatur di permukaan Bumi, dan akan menyebabkan dampak pemanasan lebih jauh karena kekuatan metana 25 kali lipat dalam menyebabkan pemanasan global dibandingkan karbon dioksida. (nationalgeographic.grid.id)
Berpikir untuk menggunakan menstrual cup saja bagi saya butuh waktu satu tahun lebih. Menimbang nimbang antara rasa takut ketika proses penggunaannya. Sebelum berpindah ke menstrual cup, saya coba menggunakan pembalut kain juga. Masa transisi yang cukup lama sampai akhirnya benar benar berpindah ke menstrual cup. Meskipun mungkin ini langkah kecil, namun setidaknya saya tidak lagi menyumbang tumpukan pembalut sekali pakai di TPA yang terongok tak terolah. Saya juga sudah mulai menggunakan popok kain (clodi) untuk anak-anak saya.
6. Komunitas Pre-Loved
Bergabung dalam komunitas pre-loved membuat saya semakin bersemangat untuk declutering barang-barang yang tidak termanfaatkan di rumah. Baju bayi anak, alat makan, mainan, buku-buku, pakaian, sepatu serta banyak barang lain yang tadinya saya sayang-sayang dan hanya disimpan di gudang mulai saya keluarkan satu per satu. Alih-alih membuang ke tempat sampah, saa lebih suka bertukar barang pre-loved di komunitas. Tidak harus membeli barang baru, namun bisa menambah masa guna barang dengan membeli barang bekas berkualitas. Hal ini juga mengurangi keinginan saya untuk konsumtif dan mengikuti trend sehingga tidak menumpuk barang dan merasa bahagia saat barang-barang tersebut dapat termanfaatkan sesuai dengan kegunaannya.
Yuk, mulai untuk lebih peduli dan menjaga lingkungan kita. Bagaimanapun, warisan terbaik untuk anak cucu kita adalah tempat tinggal yang nyaman. Jika bukan kita yang mengusahakannya saat ini, bagaimana bumi akan layak untuk ditinggali anak cucu kita di masa depan. Mulai dari hal hal kecil, piihan hidup yang kita sadari memberikan kontribusi baik #UntukmuBumiku. Semua hal besar selalu berawal dari hal kecil. Lakukan dengan berkesadaran, dan lakukan mulai sekarang.
Begitu, ya. Hidup minimalis dan berkesadaran penuh dalam beraktivitas agar tetap ramah bgi bumi
ReplyDeletebanyak cara yang bisa dilakukan dari rumah, cara sederhana untuk menjaga bumi ini dari climate change
ReplyDeleteAku belum pernah gabung di komunitas pre-loved. Selama ini jika beli baju, baju lama yang masih bagus tapi tak terpakai lagi, harus keluar dan ada yang pakai. Aku jarang beli baju tapi sekalinya beli kupikirkan matang2 bahwa itu baju harus bisa dipakai lama, dan kusukai lama-lama. Makanya sekalinya beli benar2 yang bisa memenuhi kedua syarat itu. Bajuku ada beberapa lho yang umurnya lebih dari 12 tahun dan masih aku pakai buat pergi pergi sampai sekarang :D
ReplyDeleteMulai untuk hidup minimalis itu susah-susah gampang ternyata ya. Aku sulit nih memilah barang-barang yang benar-benar butuh dan tidak, huhuhu.
ReplyDeleteaku belum join di komunitas pre loved nih mba, menarik ya. Kapan hari jg lihat ada tukarbaju di jakarta. Mulai dari hal kecil lama-lama bisa menular ke yg lainnya. Menumbuhkan kesadaran dan konsisten saling berkaitan ya mba..
ReplyDeleteBaru tahu lho kalau suaminya asal Solok mbak, udh kebayang ya gimana indahnya Sumatera Barat. Semoga dgn kebaikan2 kecil yg kita lakukan bersama, dapat menjaga kelestarian bumi ini demi anak cucu kelak.
ReplyDeleteSetuju banget. Berkesadaran dulu ya sebelum melakukan aksi. Sadar bahwa bumi sedang tidak baik-baik saja. Jika kita acuh tak acuh, keadaannya akan memburuk. Setelah sadar, kita bisa melakukan aksi. Walopun kecil, tapi banyak dan konsisten, Insya Allah akan memberi dampak kepada bumi. Semoga dengan semakin banyaknya sosialisasi kayak gini, bumi segera sembuh. Sehingga menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk anak cucu kita kelak.
ReplyDeleteSepakat mbak, menunggu gerakan dari pemerintah atau lembaga, kapan bisa beraksinya? Jadi lebih baik memang mengawali dari diri sendiri dan keluarga untuk berperan dalam pelestarian lingkungan, berupaya menghambat dampak buruk perubahan iklim yang makin besar
ReplyDeleteHidup minimalis bukan berarti hidup pelit. Suka sebel sama yang sering menghamburkan air, atau listrik terus menyala padahal tidak diperlukan.
ReplyDeleteSeperti mereka itu semoga disadarinya ya...
Yang belum bisa saya lakukan untuk mencintai bumi, saya masih pakai pembalut sekali pakai. Masih belum berani pakai menstrual cup, kalau pakai pembalut kain suka bocor. Gak nyaman kalau di kantor.
ReplyDeleteJadi ya, masih yang sekali pakai.
aku minimalisnya masih tahap decluttering, menspad dan memilah sampah sama kalau bawa air udah dari rumah ga perlu beli plastik botol lagi. tapi apapun itu menjaga alamn pentingg walau dari hal kecil sekalipun
ReplyDeleteSuka sedih kalau mikirin masa depan bumi. Karena yang akan merasakan dampaknya adalah anak, cucu, dan keturunannya. Padahal sekarang aja rasanya udah berasa kurang nyaman. Memang seharusnya mulai peduli dari sekarang. Supaya bumi tidak semakin sakit
ReplyDeleteAh iya
ReplyDeletePerubahan iklim semakin mengancam
Perlu segera melakukan aksi nyata untuk bumi ya mbak
Salah satunya dgn hidup minimalis dan berkesadaran
wahh kampung suamiku juga disolok mbak
ReplyDeleteinsyaAllah nanti mau pulang kampung pas lebaran
aku suka banget kampung tempat suamiku tuh sejuk banget
dan memang kita harus jaga bumi kita ini supaya tetap nyaman
Menginspirasi sekali, kak..
ReplyDeleteAku belum berpindah ke menstrual cup, hanya punya beberapa pembalut kain.
Rasanya sedih banget dan merasa bersalah kalau kudu buang mens pad sekali pakai ini. Ada berapa sampah yang sulit diurai setiap harinya dan terus menumpuk.
Langkah kecil untuk hidup sustainable lifestyle sebenarnya memudahkan manusia juga menghemat pengeluaran banget. Segalanya yang dari alam, kudu bisa kembali ke alam dalam bentuk yang baik.
Sekarang banyak daerah yang dulunya dingin, berubah jadi gak dingin lagi. Padahal dulu di Puncak aja aku bis amengigil, skr cuma pakai baju biasa aja kepanasan. Ini semua akibat adanya perubahan iklim ya, kalau ga segera ditangani bisa berbahya juga nih.
ReplyDeleteDimulai dari diri sendiri untuk menjaga bumi.
Wah ngaku deh, saya belum bisa lepas dari pembalut sekali pakai 😂. Pengen coba menstrual cup biar lebih ramah lingkungan tapi masih maju mundur
ReplyDeleteSetuju banget nih dengan gaya hidup yang makin peduli dengan lingkungan. Kalau enggak kita, siapa lagi coba yang bakalan menjaga bumi kita ini untuk tetap sehat. Perubahan iklim emang terasa banget loh, makin panaaas saja dari hari ke hari.
ReplyDeletePerubahan iklim semakin terasa, di kampung aja yg dlunya sejuk skrg udh terasa panas. Semoga gerakan kecil ntuk menyelamatkan iklim semakin banyak dilakukan banyak orang
ReplyDeleteIya nih PR aku buat bisa menggunakan pembalut yg bukan sekali pakai mbaaa lagi menguatkan diri haha. Tp bener bgt sih harus ada aksi nyata untuk memperbaiki kontinuitas bumi
ReplyDeleteNgomongin pembalut, aku sebelum hamil kedua udah setahunan lebih pakai mens cup. Enaaak. Tapi ini belum berani pakai lagi sih karena haidnya masih belum teratur nih hiks
ReplyDeletePerubahan iklim saya juga rasakan dari rumah. Sumuk banget cuaca. Abis mandi masih gerah lagi. Memang harus ada aksi perubahan kebiasaan juga buat memulihkan iklim bumi.
ReplyDeleteSaya bisa mengikuti cara lifestyle di artikel ini kecuali berhenti memakai pembalut sekali pakai. Maaf mak, saya belum bisa. Gak berani pakai mens cup yang dimasukkan ke vagina. Takut.
ReplyDelete