Lodeh, Sebuah Perjuangan Melestarikan Budaya Kuliner Indonesia

Foto: cookpad @enikkirei

Salah satu citarasa yang cukup berkesan diantara banyaknya citarasa masakan Indonesia bagi saya adalah gurih dan umami dengan sedikit citarasa pedas. Ketika mengulik citarasa itu, yang terbayang di benak saya adalah masakan tradisional yang sering ditemukan di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Sebagai orang Jogja totok, tentu saja ibu saya termasuk sering membuat masakan lodeh untuk hidangan keluarga.

Lodeh, salah satu sayur bersantan yang legit dengan perpaduan bumbu yang pas, selalu berhasil membuat jatuh cinta penikmatnya. Jangankan saya, suami saya yang orang Minang saja ketagihan ketika saya sajikan sayur lodeh di meja makan sebagai hidangan makan malam.

Keanekaragaman bahan yang bisa diolah juga menjadikan lodeh sangat fleksibel untuk menjadi menu andalan. Sebut saja lodeh terong, lodeh kacang panjang, lodeh kluwih, lodeh jipang, lodeh tempe, lodeh tahu, lodeh lembayung, bahkan lodeh cabai hijau. Bahan bahan yang mudah ditemukan, serta harganya yang terjangkau menjadikan lodeh sebagai masakan idola ibu ibu. Jelas dengan harga terjangkau, kestabilan ekonomi akan terjaga.


Bumbu pelangkapnya pun merupakan bumbu yang lazim ada di setiap dapur ibu-ibu di Jawa. Sebut saja: bawang merah, bawang putih, lengkuas, daun salam, petai, cabai merah, cabai rawit, daun jeruk serta santan kelapa. Jangan sampai ketinggalan gula dan garam agar citarasanya seimbang.

Sayur ini tidak sekedar resep masakan bagi saya. Sayur ini membawa kenangan masa kecil saya ketika simbah putri saya masih sugeng (hidup). Ketika berkesempatan mengunjungi simbah putri, lodeh adalah masakan yang dari baunya saja sudah sangat menggugah selera. Tempe semangit serta pete rese (petai dan rebon) memberikan citarasa khas yang sangat memanjakan Indera penciuman saya bahkan sebelum mencecapnya.

Kenikmatan sayur lodeh menjadikannya mudah berpasangan dengan lauk apapun. Dengan ikan layur atau ikan asin bahkan ikan tongkol goreng sangat terasa sedap. Apalagi jika disandingkan dengan sambal teri atau sambal terasi plus nasi hangat. Sungguh menjadi hidangan yang akan membuat kita tak cukup dengan satu porsi saja.

Begitu istimewanya lodeh, masakan ini sampai sampai pernah menjadi sayur yang membantu melewati masa sulit kala terjadi bencana letusan gunung Merapi tahun 1006 (sumber: Wikipedia). Masakan ini juga yang membantu saya dan keluarga ketika masa sulit pandemi covid kemarin dikarenakan keterbatasan bahan yang dijual di warung sayur dekat rumah saya. Maka bahan bahan yang ada adalah bahan yang bisa saya olah menjadi sayur lodeh.

Foto: berwisata.travel.blog


Karena kelengkapan dalam protein, sayur, maupun citarasa pedasnya, tanpa lauk atau sambal pun sebenarnya lodeh sudah bisa dinikmati. Dia mengandung protein dari tahu magel ataupun tempe semangit dan juga memiliki citarasa pedas dari irisan cabai yang diolah sekaligus dalam sayurnya. Paling kalau mau menambah tekstur, kita bisa menyediakan kerupuk ataupun karak untuk menambah kenikmatan menyantap lodeh.


Diantara gempuran masakan Western, Jepang, maupun Korea yang saat ini sangat digilai oleh kaum muda, saya tetap memberikan pengalaman makan masakan tradisional untuk anak-anak saya. Bagaimanapun, setiap tempat pasti akan membentuk budaya dari pengolahan makanan berdasarkan behan bahan lokal yang banyak ditemukan di daerah tersebut. Hal ini yang membuat masakan lokal tradisional dipandang sebelah mata. Hanya karena bahan bahannya tidak perlu impor dan bisa kita temui di Indonesia, merasa bahwa gengsinya kalah dengan makanan yang bahan-bahannya harus diimpor dari luar negeri.

Makanan tradisional selain membawa misi budaya, untuk saya juga sebagai alat menumbuhkan nasionalisme pada jiwa anak-anak. Ketika mereka nanti di luar negeri, pasti akan merindukan makan lodeh. Sedangkan untuk bahan-bahan lodeh, belum tentu bisa mereka temukan di sana. Akhirnya mereka menyadari bahwa kekayaan negara kita terhadap bumbu dan rempah rempah untuk menghasilkan makanan enak sungguh tiada dua.

Petai, lengkuas dan daun salam adalah citarasa khas yang jarang kita temukan selain di masakan Indonesia. Tidak hanya berfungsi sebagai senyawa aromatik yang menciptakan aroma segar, namun bumbu bumbu ini juga memiliki khasiat pengobatan yang luarbiasa. Petai misalnya, selain memiliki protein dan lemak yang tinggi (8%), karbohidrat (11%), air (71%), kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, B1, B2, C juga mengandung asam amino triptofan yang menghasilkan hormon serotonin dalam tubuh kita. Petai juga mengandung antioksidan yang mampu melumpuhkan radikal bebas . Selain itu, petai juga dikenal sebagai obay penyakit liver, edema, radang ginjal, dan peluruh cacing. Wah banyak sekali manfaat jika kita mengkonsumsinya ya.



Sayur lodeh yang sering saya masak untuk keluarga adalah Lodeh Terong. Saya ambil resepnya dari buku Resep Rahasia Turun Temurun (Sumatera, Jawa & Sulawesi) karya Ibu Murdijati Gardjito dan Amaliah

Bahan:

3 bh terung, potong serong melintang
5 lonjor kacang panjang potong potong
200 gr kluwih, cacah kasar
1 ikat kecil daun melinjo muda
200 ml santan kental
200 ml santan cair
Tempe semangit
7 btr bawang merah, iris halus
2 siung bawang putih, iris halus
5 mata petai
1 sdt rese
4 bh cabai merah, iris halus
1 ruas lengkuas
Garam secukupnya
Gula kelapa secukupnya

Cara Membuat:

1. Cuci bersih potongan kluwih untuk menghilangkan getahnya lalu rebus hingga matang, kemudian tiriskan
2. Masak santan cair, cabai merah, bawang merah, bawang putih, tempe semangit, rese, petai, dan lengkuas dengan api kecil
3. Masukkan sayuran secara berurutan berdasar kekerasan bahan, yaitu: kluwih, kacang Panjang, terung
4. Masukkan santan kental, gula, garam, dan daun melinjo muda. Masak hingga matang, Angkat lalu sisihkan.
 

Biasanya sayur lodeh ini saya sajikan dengan nasi hangat. Jika pada keluarga yang menerapkan diet nasi putih bisa juga dengan nasi merah seperti yang biasa disajikan di Gunung Kidul. Kalau di Sumatera Barat, ada juga sayur yang mirip mirip dengan lodeh. Namanya ada sayur tauco dengan bahan tauco dan buncis. Rasanya hamper mirip mirip dengan lodeh, namun cenderung lebih asin dan pedas. Sayur tauco ini juga bisa disajikan dengan ketupat ketika hari Raya Idul Fitri. Akhirnya saya juga coba untuk menyandingkan sayur lodeh dengan lontong dan ketupat, ternyata rasanya juga enak seperti ketika kita makan ketupat dengan opor atau lontong dengan opor.

Kuliner tradisional sudah terbukti sehat untuk dikonsumsi tubuh. Bahan bahan alami minim pengawet dan pengolahan berlebihan sejalan dengan konsel realfood yang saat ini sedang digembar gemborkan untuk menyelamatkan kondisi kesehatan tubuh kita. Dalam tubuh yang sehat, tentunya akan tumbuh jiwa yang sehat. Produktif jiwa raga akan sangat membantu kita dalam mengisi kemerdekaan Indonesia yang saat ini sudah memasuki usia ke -79 tahun. Dirgahayu Indonesiaku, act local think global. Ijinkan kami isi kemerdekaan ini dengan cara melestariakan budaya Indonesia salah satunya dengan kuliner Indonesia yang sehat dan penuh citarasa.

Daftar Pustaka: 
Wikipedia: https://id.wikipedia.org/wiki/Sayur_lodeh
Gardjito, Murdijati, 2013, Bumbu, Penyedap, dan Penyerta Masakan Indonesia, Kompas Gramedia
Gardjito & Amalia, Murdijati, 2012, Resep Rahasia Turun Temurun Sumatera, Jawa & Sulawesi, Great Publishers



No comments